I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Kota Palembang Sumatera Selatan telah dikenal sebagai pusat perdagangan, dan kota ini dikelilingi oleh air yang bersumber dari rawa, air sungai dan juga air hujan. Maka dari itu kota Palembang dikenal sebagai pusat perdagangan karena air menjadi sarana transportasi yang sangat vital dan ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan kecepatan yang tinggi. Selain juga letak kota yang stategis ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas perdagangan.

Sudah sejak duhulu aliran sugai terbesar di Sumatera Selatan yang disebut sungai musi menguntungkan bagi pengembangan kerajaan pada masa itu. Kerajaan Sriwijaya pada masa lalu dikenal sebagai kerajaan maritim yang tangguh, sebagai pusat perdagangan internasional dan penelitian keagamaan. Interaksi perdagangan antara India, Arab, Cina dan Persia berlangsung juga di Sumatera Selatan, dan penyebaran agama pun juga terjadi disana, maka analisis makalah ini membahas bagaimana proses masuknya agama Islam di Sumatera Selatan (Palembang).

 

1.2  Rumusan Masalah

  1. Apa saja nilai-nilai integrasi Kerajaan Sriwijaya?
  2. Bagaimanakah sejarah dari kota Palembang?
  3. Bagaimana proses awal masuknya Islam di Sumatera Selatan?
  4. Bagaimana sejarah berdirinya Kesultanan Palembang?
  5. Siapa saja raja-raja yang pernah memerintah Kesultanan Palembang?
  6. Bagaimana awal runtuhnya Kesultanan Palembang?
  7. Apa saja data arkeologis yang ada di Palembang berkenaan dengan Kesultanan Palembang?

II PEMBAHASAN

 

2.1    Nilai-nilai Integrasi Yang Terkandung Pada Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mempunyai nilai integrasi yang sangat tinggi. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara selai kerajaan Majapahit dan kerajaan Mataram. Dimasa jayanya,[1] wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya terbesar dari sebagian besar pualu Jawa dan Sumatera hingga ke Semenanjung Malaya yang terkenal dengan sebutan Swarnadwipa. Kerajaan Sriwijaya telah dikenal pula oleh kalangan masyarakat dunia. Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai kerajaan maritim yang kokoh, sebagai pusat kegiatan perdagangan internasional, kegiatan penelitian keagamaan (Buddha), dan dapat pula dikatakan sebagai pusat pertemuan berbagai bangsa yang terintegrasi. Sebagai kerajaan maritime yang kokoh, kerajaan Sriwijaya memiliki armada laut terkuat pada masa itu. Teknologi pembuatan kapal dan navigasinya sudah sangat maju, bahkan melebihi Cina.[2]

Selanjutnya, persamaan nilai-nilai sosial keagamaan akan mendorong Pula terwujudnya proses integrasi. Sebagaimana diketahui bahwa kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bernotabene beragam Buddha yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengan negri Tiongkok, karena orang Cina yang datang ke Sriwijaya juga beragama Buddha. Adanya kerajaan yang mulai berkomunitas agama Buddha tersebut telah mendorong I Tsing untuk memperdalam pengetahuan tentang agama Buddha melalui kegiatan penelitian yang dilakukan sebelum melanjutkan studi yang lebih tinggi yakni keperguruan tinggi, yakni keperguruan Nelanda, India. Dalam perkembangannya, komunitas Cina Muslim pun telah terdapat pada kerajaan Sriwijaya yang telah dikembangkan oleh orang Cina Muslim asal Mainland Tiongkok. Sehingga, adanya persamaan nilai-nilai sosial keagamaan (persamaan agama yang dianut) telah mendorong terwujudnya integrasi pada masa kerajaan tersebut.[3]

 

2.2    Sejarah Kota Palembang

Dalam catatan sejarah kota palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang ditemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat kota Palembang yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi (tanggal 5 bulan Ashada tahun 605 Syaka). Maka tanggal tersebut di jadikan patokan hari lahir kota palembang. Selain itu juga dipercaya orang melayu sebagai tanah leluhurnya, karena di Kota Palembang ini awal mula raja melayu pertama yaitu Parameswara yang turun dari Bukit Siguntang.

Batu Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh Controleur Batenberg di tepi sungai Kedukan Bukit, yakni antara Bukit Siguntang dengan Situs Karanganyar pada tahun 1926 dengan menggunakan Huruf Pallawa dan bahasa Melayu kuno. Palembang juga adalah kota kuno bersejarah yang sering disebut-sebut oleh penulis asing, termasuk petualang Cina I-tsing. Berita-berita Cina menyebut San fo-Shi (Sriwijaya) sebagai kerajaan besar di selatan. Dalam Nagarakartagama karya Prapanca (1365), pada bagian yang membicarakan tentang tributaris (kerajaan-kerajaan pemberi upeti Majapahait) di Sumatra, terdapat 24 kerajaan abad 14 itu salah satunya adalah Palembang.

 

2.3    Proses Awal Masuknya  Islam di Sumatera Selatan

Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 dan mengalami perkembangan pada abad ke-13, sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bahasa Arab, India dan Persia. Dalam makalah yang dibuat oleh Ahmad Mansur Suryanegara yang berjudul “Masuknya Agama Islam ke Sumatera Selatan” menyimpulkan garis besarnya sebagai berikut:[4]

  1. Berdasarkan pada besarnya pengaruh politik Islam di masa itu, yaitu:
    1. Khulafaur Rasyidin 632-661 Masehi
    2. Dinasti Umayyah 661-750 Masehi
    3. Dinasti Abbasiyah 750-1268 Masehi
    4. Penguasaan jalan laut oleh perdagangan oleh bangsa Arab lebih maju dari bangsa Barat. Saat itu bangsa Arab telah menguasai perjalanan laut dari Samudra India yang mereka namakan Samudera Persia kala itu. Sejak pra Islam, maka Teluk Persia dengan Pelabuhan Siraf dan Basrah sebagai pusat perdagangan antar negara Arab, Persia, Cina dan negara Afrika. Sekitar abad ke-10 Masehi, navigasi perdagangannya sampai ke Korea dan Jepang. Dalam perjalanan perdagangan dengan Cina, Korea dan Jepang di tengah perjalanan di Selat Malaka mengadakan hubungan dengan Zabaj (Sriwijaya). Seluruh kapal perdagangan yang melewati Selat Malaka singgah untuk mengambil air minum, perbekalan, dan lainnya. Beberapa pelabuhan pantai penting artinya bagi pelabuhan perbekalan. Begitulah Sriwijaya menguasai kota-kota pesisir seperti: Lampung, Jambi, Semenanjung Malaya, Tanah Genting Kra, bahkan Srilangka pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-11.
    5. Islam masuk di daerah Sriwijaya dapatlah dipastikan pada abad ke-7. Ini mengingat buku sejarah Cina yang menyebutkan bahwa Dinasti Tang yang memberitakannya utusan Tache (sebutan untuk orang Arab) ke Kalingga pada tahun 674 Masehi. Karena sering dikunjungi pedagang Arab dalam jalur pelayaran, maka Islam saat itu merupakan proses awal Islamisasi atau permulaan perkenalan dengan Islam. Apalagi jika diingat berita Cina dijaman Tang tersebut telah ada kampung Arab Muslim di Pantai Barat Sumatera pada tahun 674 Masehi. Seperti halnya di Jawa adanya Makam Islam yang berangka tahun 1082 Masehi. Demikian pula di Champa pada tahun 1039 Masehi. Makam-makam ini sudah ada sebelum kekuasaan Islam ada, artinya masih dalam kekuasaan non-Islam.
    6. Seperti dikisahkan oleh penulis Arab yaitu Ibnu Rusta (900 M), Sulaiman (850 M) dan Abu Zaid (950 M), maka hubungan dagang antara Khalifah Abbasiyah (750-1258 M) dengan Kerajaan Sriwijaya tetap berlangsung. Khusus untuk kawasan Sumatera Selatan, masuknya Islam selain oleh Bangsa Arab pedagang utusan dari Dinasti Umayyah (661-750 M) dan Dinasti Abbasiyah (750-1258 M) juga pedagang Sriwijaya sendiri berlayar ke negara-negara Timur Tengah.

 

2.4    Awal Mula Berdirinya Kesultanan Palembang

Pada awalnya, Palembang merupakan pusat Kerajaan Buddha Sriwijaya. Setelah Sriwijaya jatuh, Palembang menjadi protekrat/taklukan dari Kerajaan Jawa, seperti kerajaan Hindu Majapahit, Kesultanan Demak, Pajang, dan Mataram.

Sejarah mengenai Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17, dapat dimulai pada pertengahan abad ke-15 pada masa hidupnya seorang tokoh bernama Ario Dillah atau Ario Damar. Beliau adalah seorang putera dari raja Majapahit terakhir, yang dikirim Prabu Brawijaya V untuk menjadi yang dipertuan Palembang, mewakili Kerajaan Majapahit bergelar Ario Damar yang berkuasa antara tahun 1455-1486 M di Palembang Lamo yang sekarang ini letaknya di kawasan I ilir.[5] Pada saat kedatangan Ario Damar, penduduk dan rakyat Palembang sudah banyak memeluk agama Islam dan Adipati Ario Dillah pun kemudian memeluk agama Islam konon namanya berubah menjadi Ario Abdillah atau Ario Dillah.

Setelah Ario Dillah wafat (makamnya di sebelah barat taman makam pahlawan, palembang tepatnya sekarang berada di jalan Ariodillah). Pada tahun 1528 M Kerajaan Demak mengirim anak Pati Unus yaitu Pangeran Sido Ing Lautan sebagai wakil kesultanan Demak, untuk menggantikan Ariodillah. Setelah Pangeran Sido Ing Lautan wafat, ia kemudian diganti oleh anaknya bernama Kiai Gede Ing Sura Tua yang datang dari Demak. Palembang wakut itu masih dibawah pengaruh Kesultanan Demak.

Awal Palembang merdeka dan berdaulat masa Kesultanan Ki Mas Hindi (Endi) karena memproklamasikan putusnya huubngan dengan Mataram pada 1659 M. Islam di Palembang baru berkembang secara medalam pada masa pemerintahan Kyai Mas Endi yang juga dikenal dengan Pangeran Ario Kusuma Abdurrahim.  

Kesultanan Palembang Darussalam secara resmi diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhunan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Imam (lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai penguasa yang pertama kali menggunakan gelar Sultan/Sultan pertama (1643-1651 M) / abad 16. Corak pemerintahannya dirubah condong ke arah Melayu dan lebih disesuaikan dengan ajaran Islam.

 

2.5    Raja-raja yang Pernah Memerintah Kesultanan Palembang

Raja-rajanya adalah sebagai berikut:[6]

  1. Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidil Imam (1659-1706 M)
  2. Sultan Muhammad Mansur (Panggeran Hingga Laga) (1706-1714 M)
  3. Sultan Agung Komarudin Sri Teruno (Raden Uju) (1714-1724 M)
  4. Sultan Mahmud Badaruddin (Pangeran Ratu Joyo Wikromo) (1724-1758 M)
  5. Sultan Ahmad Najamuddin (P. Adi Kesuma, Raden Banjar) ( 1758-1776 M)
  6. Sultan Mahmud Bahauddin (1776-1803 M)
  7. Sultan Mahmud Badaruddin II (1803-1813 M)
  8. Sultan Ahmad Najamuddin II (1813-1817 M)
  9. Sultan Ahmad Najamuddin III (1819-1821 M)
  10. Sultan Ahmad Najamuddin P. Anom (1821-1823 M)
  11. Pangeran Kerama Jaya (Raden Abdul Azim Purbolinggo) (1823-1825 M)

2.6    Sebab Runtuhnya Kesultanan Palembang

Kesultanan Palembang menjadi Bandar transit dan ekspor lada karena letaknya yang strategis. Sehingga Kompeni mengadakan hubungan dagang dengan Kesultanan Palembang. Namun dalam prakteknya pihak Belanda selalu berbuat curang yakni dengan melakukan penyelundupan-penyelundupan sehingga membuat Kesultanan Palembang marah. Pada bulan desember 1658 kapal-kapal belanda  diserbu secara serentak oleh kerajaan pelimbang bersama-sama rakyat dibawah pimpinan Pangeran Ario Kusuma Abdurohim Kyai Mas Endi. Dan menyebabkan 2 buah kapal Belanda hancur. Akan tetapi ini membuat belanda ingin menuntut balas atas kejadian tersebut dan menyerang Kesultanan Palembang.

Selain itu juga Belanda juga berhasrat untuk menguasai Pulau Bangka karena pada waktu itu telah ditemukannya timah pada abad ke 18 M. Dan Inggris juga ingin menguasai pulau Bangka. Namun Sultan Mahmud Badaruddin II tidak mau membiarkan hal itu karena Pulau Bangka waktu itu merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang. Tercatat beberapa kali terjadi pertempuran.

Sultan Mahmud Badaruddin II terus memperjuangkan Palembang dari cengkeraman penjajah Belanda hingga pada akhirnya melalui perlawanan yang hebat, tanggal 25 Juni 1821 M, Palembang jatuh ke tangan Belanda. Meskipun mengalami kekalahan, Sultan Mahmud Badaruddin II tidak pernah membuat surat kalah perang ataupun penyerahan kekuasaan (Lange Verklaring atau Korte Verklaring). Ketika Belanda berhasil menguasai Kesultanan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin dan Keluarganya ditangkap dan diberangkatkan menuju Batavia dan diasingkan ke Ternate sampai wafatnya tanggal 26 November 1826 M.

 

2.7    Data-data Arkeologis yang Berkenaan Dengan Kesultanan Palembang

Paling tidak sejak tahun 1992 berbagai penelitian arkeologi Islam telah dilakukan di wilayah Sumatera Selatan, baik oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta maupun oleh Balai Arkeologi Palembang. Dalam penelitian ini ditemukan hasil peninggalan manusia silam yang diperkirakan sezaman dengan masa Kesultanan Palembang.[7] Diantara temuan itu adalah sebagai berikut:

 

  1.  Bangunan Tempat Peribadatan

A. Masjid Agung Palembang

Secara administratif, Masjid ini termasuk wilayah kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Barat I, Kota Palembang.

B. Masjid Mujahiddin di Lawangkidul

Masjid ini terletak 5 meter sebelah utara dan barat tepi Sungai Musi.

C. Masjid Jami’ Kyai Masagus Abdul Hamid bin Mahmud

Secara administratif, Masjid ini termasuk wilayah Rt 01/ Rw 01, Dusun Karang Berahi, Kelurahan Kertapati, Kecamatan Seberang Ulu I, Kota Palembang.

D. Masjid Jami’ Sungai Lumpur

Masjid ini termasuk wilayah Kelurahan 11 Ulu, Sungai Lumpur, Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang.

E. Mushalla al-Barakah

Terletak di 7 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang.

F. Masjid-masjid di pedalaman

 2.      Tempat Pemakaman

A. Kompleks Makam Kesultanan di Candi Lawang

Terletak dibelakang Pasar Cinde, 100 M dari sebelah barat Jalan Jendral Sudirman.

B. Kompleks Makam di Kebon Gede

Terletak 50 meter sebelah utara Jalan Sultan Mahmud Mansur atau di Wilayah Kampung Gede, Kelurahan 32 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang.

 C. Kompleks Makam Sultan Agung

Terletak 45 meter di sebelah utara sungai Musi.

D. Kompleks Makam Kawah Tengkurep

Termasuk wilayah Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir II, Palembang.

E. Kompleks Makam Arab 14 Ulu

Terletak di tepi selatan jalan KH. Azhari atau di wilayah Kelurahan 14 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Madya, Palembang.

F. Kompleks Makam Arab di 16 Ulu

  1. Makam Haji Masagus Abdul Hamid bin Mahmud
  2. Makam di Luar Palembang

Selain ada di Palembang ada juga terdapat di daerah lain seperti: Ogan Ilir, Lahat, Musi Rawas, Bangka, dll.

 3.      Pertahanan

A. Benteng Kuto Besak

B. Benteng Tanah

Ditemukan di daerah-daerah pedalaman Palembang, termasuk Pulau Bangka yang merupakan pintu masuk dari arah timur.[8]

 4.      Istana dan Pusat Kota

A. Kampung Arab 7 Ulu

B. Rumah Kapiten Cina

C. Perkampungan Arab 12, 13, dan 14 Ulu

 5.      Naskah

A. Naskah daftar surat-surat yang di baca pada waktu shalat wajib lima waktu

B. Naskah jadwal waktu shalat wajib lima waktu

C. Naskah perpaduan antara naskah 1 dan 2

D. Naskah-naskah yang ditemukan diluar Palembang

Terdapat di daerah Lahat, Ogan dan Komering Ulu.

 6.      Mata Uang Kesultanan

A. Mata uang dari perunggu, berdiameter 1,9 cm.

B. Mata uang dari kuningan, diameter 2 cm.

C. Mata uang logam dari perunggu, ditengahnya terdapat lubang bulat, diameter 1,9 cm.

D. Mata uang logam dari bahan perunggu, berdiameter 2 cm.

E. Mata uang logam dari bahan perunggu, berdiameter 2,1 cm.

F. Mata uang logam dari bahan perunggu, berdiamter 1,5 cm.

G. Mata uang logam dari bahan perunggu, berdiameter 1,8 cm.

 

 7.      Alat transportasi

Karena palembang merupakan kota seribu sungai dan terbelah oleh sunagi Musi maka transportasi yang paling efektf adalah perahu dan sejenisnya.[9]

 

 8.      Pemukiman

Pemukiman kuno yang dapat ditelurusi adalah Kramasan, Seberang Ulu I, Tuan Putri di 4 Ulu, Tanggaraja di 7 Ulu, dll.

 

 

 

 

 

III PENUTUP

 

3.1    Kesimpulan

Awal mula masuknya Islam di Palembang tak lepas dari proses perdagangan yang terjadi dengan pedagang luar seperti Arab, Gujarat, India, dll. Dari hubungan pedagang Muslim inilah Islam sedikit demi sedikit menyebar ke daerah Palembang.

Adapun awal berdirinya kerajaan palembang adalah Pada saat Sriwijaya jatuh dan Palembang menjadi protekrat/taklukan dari Kerajaan Jawa, seperti kerajaan Hindu Majapahit, Kesultanan Demak, Pajang, dan Mataram.

Sejarah mengenai Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17, dapat dimulai pada pertengahan abad ke-15 pada masa hidupnya seorang tokoh bernama Ario Dillah atau Ario Damar. Beliau adalah seorang putera dari raja Majapahit terakhir, yang dikirim Prabu Brawijaya V untuk menjadi yang dipertuan Palembang, mewakili Kerajaan Majapahit bergelar Ario Damar yang berkuasa antara tahun 1455-1486 M di Palembang Lamo yang sekarang ini letaknya di kawasan I ilir. Pada saat kedatangan Ario Damar, penduduk dan rakyat Palembang sudah banyak memeluk agama Islam dan Adipati Ario Dillah pun kemudian memeluk agama Islam konon namanya berubah menjadi Ario Abdillah atau Ario Dillah.

Setelah Ario Dillah wafat (makamnya di sebelah barat taman makam pahlawan, palembang tepatnya sekarang berada di jalan Ariodillah). Pada tahun 1528 M Kerajaan Demak mengirim anak Pati Unus yaitu Pangeran Sido Ing Lautan sebagai wakil kesultanan Demak, untuk menggantikan Ariodillah. Setelah Pangeran Sido Ing Lautan wafat, ia kemudian diganti oleh anaknya bernama Kiai Gede Ing Sura Tua yang datang dari DeGambarmak. Palembang wakut itu masih dibawah pengaruh Kesultanan Demak.

Awal Palembang merdeka dan berdaulat masa Kesultanan Ki Mas Hindi (Endi) karena memproklamasikan putusnya huubngan dengan Mataram pada 1659 M. Islam di Palembang baru berkembang secara medalam pada masa pemerintahan Kyai Mas Endi yang juga dikenal dengan Pangeran Ario Kusuma Abdurrahim. 

Kesultanan Palembang Darussalam secara resmi diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhunan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Imam (lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai penguasa yang pertama kali menggunakan gelar Sultan/Sultan pertama (1643-1651 M) / abad 16. Corak pemerintahannya dirubah condong ke arah Melayu dan lebih disesuaikan dengan ajaran Islam.

Awal runtuhnya Kesultanan adalah pada saat terjadinya konflik memperebutkan pulau Bangka yang menjadi incaran Bangsa Eropa (Belanda dan Inggris). Namun Sultan tak membiarkan hal itu terjadi hingga terjadi perang dan menyebabkan Sultan Mahmud Badaruddin II kalah dan Palembang jatuh ke tangan Belanda dan Sultan Mahmud Badaruddin II Ndiasingkan ke Ternate.

Selain itu Kesultanan Palembang juga memiliki peninggalan-peninggalan berupa bangunan-bangunan bersejarah dan merupakan bukti kekuasaan Kesultanan Palembang pada masa lalu. Seperti Masjid Agung Palembang, Benteng Kuto Besak, dll.

 

3.2    Saran

Kami mengetahui bahwa makalah yang kami buat ini belumlah sempurna karena masih banyak terdapat kesalahan baik cara penulisan maupun pengejaan tiap kata atau kalimat. Oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar di lain waktu kami bisa memperbaiki makalah ini lebih baik lagi atau lebih sempurna dari sebelumnya. Akhir kata kami mengucapkan Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatu.

 

 

 

                       

                                                                                                         

DAFTAR PUSTAKA

 

Karim Nasution, Abdul dan Zulkifli. Islam Dalam Sejarah dan Budaya Masyarakat Sumatera Selatan. 2001. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Mansur Suryanegara, Ahmad. Masuknya Islam ke Sumatera Selatan. 1984. Palembang: Majelis Ulama Daerah Sumatera Selatan.

Munir Amin, Samsul. Sejarah Peradaban Islam. 2010. Jakarta: Amzah.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. 2010. Jakarta: Rajawali Pers.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

           


[1] Zulkifli dan Abdul Karim Nasution, Islam Dalam Sejarah Dan Budaya Masyarakat Sumatera Selatan, (Palembang,: Universitas Sriwijaya, 2001), Cet. Pertama, hlm. 1.

[2] Ibid., hlm. 2.

[3] Ibid., hlm. 15.

[4] Ahmad Mansur Suryanegara, Masuknya Islam ke Sumatera Selatan, Majelis Ulama Daerah Sumatera Selatan, Palembang 1984.

[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet. Ke 22, hlm. 210.

[6] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Cet. Kedua, hlm. 335.

[7] Zulkifli dan Abdul Karim Nasution, Op. Cit., hlm. 30.

[8] Ibid., hlm. 45.

[9] Ibid., hlm. 55.